🪩 Merk Es Krim Yang Cepat Menaikkan Berat Badan Janin

Halini akan memicu menaikkan berat badan pada janin, sehingga janin akan cepat bertambah berat badannya menjadi normal. Minumlah supleman atau multivitamin secara teratur dengan terlebih dahulu konsultasi kepada dokter kandungan agar diberikan resep untuk multivitamin yang sesuai dan cocok dengan kondisi kandungan Ibu. Penetapankadar lemak pada es krim dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan dilakukan dengan metode soxhlet. Hasil percobaan menunjukkan bahwa es krim yang diuji mengandung kadar lemak 14,73%. Kadar lemak es krim sesuai Standar Nasional Indonesia 01-3713-1995 adalah minimum 5%. Menambahberat badan janin. Cara menambah berat badan janin yang cepat? Aku udah masuk trimester ke 3 tapi berat janin masih 1200gram🙏 Beratbadan menjadi hal yang penting, tidak hanya untuk pekerjaan tetapi juga untuk Kesehatan. Karena bila seseorang terlalu kurus atau Cara terbaik untuk menambah berat badan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang cepat menaikan berat badan namun tetap sehat. Tentang Kami; Kontak Kami; Sunday, May 15, 2022. No Result . View All Manfaatice cream untuk ibu hamil menawarkan kebutuhan gizi ibu hamil tersebut. Dalam 100 gram es krim mengandung kalori (207 kkal) serta 16 gr gula. 3. Pembentukan tulang pada janin. Selama kehamilan, seorang wanita memerlukan tambahan nutrisi lebih dari biasanya. Seperti kalsium, maupun nutrisi lainnya. CaraCepat Menambah Berat Badan Janin posted: 1 June 2022 11.22 - Berikut ini beberapa menambah berat badan janin dan informasi yang membahas mengenai cara cepat serta artikel lain yang berhubungan dengan topik tersebut di yang mana dapat bermanfaat sebagai Cara Cepat Menambah Berat Badan Janin yang mudah pada artikel tersebut. Beritadan foto terbaru menaikkan berat badan bayi - Catat, Ini Daftar Hidangan yang Wajib Ada di Dapur Rumah untuk Menaikkan Berat Badan Janin Sabtu, 6 Agustus 2022 Cari LulurApa Yang Cepat Memutihkan Kulit; Video Tentang Cara Membuat Infused Water Untuk Memutihkan Kulit. Kami berusaha menampilkan informasi mengenai Cara Membuat Infused Water Untuk Memutihkan Kulit secara lengkap, dari berbagai sumber di internet. Pembahasan artikel di atas Kami sampaikan inti-intinya saja, bisa dikatakan sebagai kesimpulannya. Jumlahasupan gizi harian yang disarankan pada ibu hamil dan menyusui pun berbeda, seperti: wanita hamil berusia 18 tahun ke bawah: 80 miligram (mg) per 16 mar 2020 jumlah asupan vitamin c yang perlu dikonsumsi ibu hamil adalah 85 mg setiap harinya. angka tersebut telah ditetapkan sesuai anjuran angka 21 juli 2020. lengkapi nutrisi, ini 6 rekomendasi merek vitamin c ibu hamil freepik. com . Several grains green bean, red bean, soybean, corn, nuts, sesame, and millets were processed to yield a high protein analogue rice. Red beans and green beans were soaked in water for six hours while soybean was boiled for 10 minutes and then peeled. Nuts were dried at 70°C, ground, and sieved to pass 80 mesh. All grains were ground into powder except for sesame which was in whole seed. Four formulas of rice analogues were produced at a different level of millet 0-15%, corn 35-50% with fixed level of red beans 10%, soybeans 25%, green beans 10%, sesame 3%, and glycerol monostearate GMS 2%. The products were analyzed in terms of proximate composition, hardness, water absorption index, development ratio, cooking time, in vitro protein digestibility, amino acids composition, and protein digestibility-corrected amino acid score PDCAAS. The four analogue rice formulas contained high level of protein and protein digestibility, but they did not fulfill the targeted complementation. The protein content of the analogue rice varied from to wet based with protein digestibility of The most preferred formulas of the rice analogue was composed of corn 40%, millet 10%, red beans 10%, soybeans 25%, green beans 10%, sesame 3%, and GMS 2%. It contained of amino acids score and of PDCAAS value. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 32 1 60-71 Th. 2021 ISSN 1979-7788 Terakreditasi Ristekdikti 51/E/KPT/2017 Versi Online DOI Hasil Penelitian 60 KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI BERAS ANALOG MULTIGRAIN BERPROTEIN TINGGI [Physicochemical and Sensory Qualities of High Protein Multigrain Artificial Rice] Ari Andika1*, Feri Kusnandar2, dan Slamet Budijanto2 1 Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University, Bogor 2 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University, Bogor Diterima 9 Agustus 2020 / Disetujui 15 Juni 2021 ABSTRACT Several grains green bean, red bean, soybean, corn, nuts, sesame, and millets were processed to yield a high protein analogue rice. Red beans and green beans were soaked in water for six hours while soybean was boiled for 10 minutes and then peeled. Nuts were dried at 70°C, ground, and sieved to pass 80 mesh. All grains were ground into powder except for sesame which was in whole seed. Four formulas of rice analogues were produced at a different level of millet 0-15%, corn 35-50% with fixed level of red beans 10%, soybeans 25%, green beans 10%, sesame 3%, and glycerol monostearate GMS 2%. The products were analyzed in terms of proximate composition, hardness, water absorption index, development ratio, cooking time, in vitro protein digestibility, amino acids composition, and protein digestibility-corrected amino acid score PDCAAS. The four analogue rice formulas contained high level of protein and protein digestibility, but they did not fulfill the targeted complementation. The protein content of the analogue rice varied from to wet based with protein digestibility of The most preferred formulas of the rice analogue was composed of corn 40%, millet 10%, red beans 10%, soybeans 25%, green beans 10%, sesame 3%, and GMS 2%. It contained of amino acids score and of PDCAAS value. Keywords artificial rice, formulation, multigrain, protein quality ABSTRAKBeberapa jenis biji-bijian kacang merah, kacang hijau, kedelai, jagung, wijen dan jewawut diolah dengan tujuan untuk mendapatkan beras analog tinggi protein. Kacang merah dan kacang hijau direndam selama 6 jam, sedangkan kedelai direbus selama 10 menit dan dikupas kulitnya. Kacang-kacangan dikeringkan selama 7 jam pada suhu 70°C, ditepungkan dan diayak sehingga diperoleh tepung ukuran 80 mesh. Biji-bijian langsung ditepungkan tanpa perlakuan kecuali wijen yang dicampurkan utuh. Empat formulasi beras analog divariasikan dengan persentase jewawut 0-15%, jagung 35-50%, kacang merah 10%, kedelai 25%, kacang hijau 10%, wijen 3% dan gliserol monostearat GMS 2%. Beras analog dianalisis proksimat, kekerasan, indeks absorpsi air, rasio pengembangan, waktu pemasakan, daya cerna protein in vitro, kadar asam amino dan potein digestibility–corrected amino acid score PDCAAS. Seluruh formula beras analog yang dihasilkanmemiliki kandungan protein dan daya cerna yang tinggi, meskipun kandungan asam aminonya belum mencapai target komplementasi. Beras analog yang dihasilkan memiliki kadar protein 18,19-19,09% basis basah dengan daya cerna protein 81,27-88,86%. Formula beras analog yang paling disukai adalah dari campuran jagung 40%, jewawut 10%, kacang merah 10%, kedelai 20%, kacang hijau 10%, wijen 3% dan GMS 2%. Formula ini memiliki skor asam amino 42,48% dan nilai PDCAAS 36,53%. Kata kunci beras analog, formulasi, kualitas protein, multigrain *Penulis Korespondesnsi E-mail ariandikaalbas DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 61 PENDAHULUAN Protein diperlukan untuk pertumbuhan, peme-liharaan, pertahanan dan perbaikan jaringan tubuh manusia Gehring et al., 2020. Kecukupan asupan protein sangat penting dalam diet seseorang untuk dipenuhi sesuai kebutuhannya. Recommended dailly allowance RDA protein per hari secara umum adalah 0,8 g/kg berat badan. Kelompok orang dengan aktivitas fisik yang lebih tinggi seperti atlet, kebutuhan proteinnya lebih tinggi dibandingkan orang dengan aktivitas fisik normal Di Girolamo et al., 2017. Protein nabati memiliki kualitas protein yang kurang baik, karena mengandung asam amino esensial tertentu dalam jumlah terbatas asam amino pembatas dan daya cerna proteinnya yang rendah Astawan et al., 2015. Rasio asam amino protein nabati dapat diperbaiki dengan men-campurkan beberapa jenis bahan pangan, seperti mencampur serealia yang biasanya kaya metionin dan rendah lisin dengan kacang-kacangan yang rendah metionin namun kaya lisin, sehingga di-hasilkan komposisi asam amino yang lebih lengkap atau saling melengkapi komplementasi. Salah satu produk olahan yang dapat dijadikan sebagai model pangan komplementasi adalah beras analog. Proses pembuatan beras analog memungkinkan untuk memodifikasi kandungan gizinya Noviasari et al., 2015, termasuk untuk diatur kandungan proteinnya. Penelitian beras analog telah dikembangkan sebelumnya dengan menggunakan teknologi eks-trusi dan memanfaatkan bahan non beras seperti sorgum Budijanto dan Yuliyanti, 2012, campuran jagung, sorgum dan sagu aren Budijanto et al., 2013, jagung putih dan sagu Noviasari et al., 2013, campuran jagung putih, sorgum dan kedelai Noviasari et al., 2015, campuran jagung, kedelai, pati sagu Anindita et al., 2020. Pemanfaatan kacang-kacangan dalam pembuatan beras analog sebelumnya sangat mendukung peningkatan kan-dungan protein produk, terutama kacang kedelai. Jewawut, jagung, wijen dan kacang-kacangan mempunyai prospek untuk digunakan sebagai bahan pembuatan beras analog dalam bentuk kom-posit untuk menghasilkan produk dengan kan-dungan asam amino esensial yang lebih baik. Jewawut dikenal kaya metionin dan sistein, se-dangkan kacang-kacangan mengandung lisin yang tinggi namun metionin yang rendah Amadou et al., 2013; Anitha et al., 2019. Saat ini, penggunaan jewawut dalam produk ekstrusi masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan beras analog yang dibuat dari campuran biji-bijian untuk meningkatkan kandungan dan mutu pro-teinnya. Perbandingan yang tepat antara jagung dan jewawut, serta biji-bijian dan kacang-kacangan lainnya kacang merah, kacang hijau, kedelai, jagung, wijen untuk menghasilkan beras analog dengan mutu protein dan mutu fisik yang diinginkan. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan adalah kacang merah dan kacang hijau dari pasar Suryakencana Bogor, kedelai non GMO Rumah Tempe Indonesia, Bogor, jagung dari PT. Kediri Corn Mill Kediri, jewawut putih merek Vita, wijen dari pasar Anyar Bogor, gliserol monostearat GMS dari PT Lautan Luas, enzim pepsin Merck, Jerman dan pankreatin Sigma, Jerman. Persiapan bahan baku Kedelai direbus selama 10 menit kemudian didiamkan hingga dingin dan dilepaskan kulitnya dengan remasan tangan. Kedelai direbus dan di-kupas kulitnya dengan tujuan untuk mengurangi enzim lipoksigenase yang bertanggung jawab pada pembentukan bau langu pada tepung dan produk akhir Anindita et al., 2020, sedangkan kacang merah dan kacang hijau hanya direndam selama 12 jam untuk melunakkan teksturnya Mohamed et al., 2011. Kacang-kacangan tersebut kemudian di-keringkan dengan pengering kabinet selama 7 jam pada suhu 70°C dan ditepungkan dengan meng-gunakan pin disc mill. Tepung jagung dan jewawut sosoh ditepungkan dengan menggunakan pin disc mill tanpa perlakuan awal Kharat et al., 2019, sedangkan wijen langsung dicampur ketika pem-buatan adonan Sukarno et al., 2020. Semua tepung diayak dengan ukuran 80 mesh dan dikemas dengan plastik. Formulasi dan komplementasi Formulasi ditentukan berdasarkan dengan mengacu pada Anindita et al. 2020 dan komple-mentasi dihitung dengan menggunakan microsoft excel 2013 Tabel 1. Kedelai merupakan bagian paling penting untuk meningkatkan kandungan protein, namun penambahan kedelai terbatas pada taraf 25% karena pengaruh tingkat penerimaan panelis Anindita et al., 2020. Penambahan kacang hijau dan kacang merah mampu meningkatkan mutu sensori, namun mengandung metionin yang rendah sehingga penambahan pada penelitian ini dibatasi hanya 10% Kanetro et al., 2017 dan Fauziyah et al., 2017. Jagung dan jewawut divariasikan karena penerimaan sensorinya yang baik dan merupakan faktor penentu komplementasi kandungan metionin dan lisin mendekati angka rekomendasi. Wijen yang dianjurkan oleh Sukarno et al. 2020 pada produk sereal ekstrusi adalah kurang dari 5% untuk menghindari produk dengan aftertaste pahit yang kurang disukai panelis. DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 62 Perhitungan komplementasi dilakukan dengan mengumpulkan data pustaka kandungan asam amino esensial ke enam bahan baku yang diguna-kan dari katalog FAO 1981. Data kemudian di-kombinasikan menggunakan microsoft excel 2013 untuk mendapatkan beberapa kemungkinan formula dengan jumlah asam amino yang lengkap Tabel 2. Pembuatan beras analog Budijanto dan Yuliyanti, 2012 dengan modifikasi Tahapan proses pembuatan beras analog adalah sebagai berikut persiapan bahan baku dan penimbangan bahan; pencampuran bahan kering selama 5-10 menit dengan penambahan 2% GMS, lalu penambahan air secara perlahan sebanyak 50% dan pencampuran selama 5 menit; pengaturan ekstruder pada suhu 95°C dengan kecepatan cutter 25 Hz dan kecepatan auger 35 Hz; dan ekstrusi dengan menggunakan mesin ekstruder tipe ulir ganda Twin Screw Bex 225-6, Berto Industries, Indonesia dengan cetakan menyerupai butiran beras; dan 5 pengeringan ekstrudat pada 60°C selama 3 jam dengan oven pengering Tea Drier Oven, Terada Seisakusho, Jepang. Produk beras analog kemudian dikemas dengan kemasan plastik dan disimpan dalam lemari pendingin Gambar 1. Analisis komposisi kimia Sampel beras analog dianalisis kandungan proksimatnya dengan mengacu pada metode AOAC 2012 dinyatakan dalam persen basis basah, ana-lisis serat kasar Busuttil-Griffin et al., 2015, analisis karbohidrat by difference dan perhitungan total kalori Lieberman et al., 2020. Tabel 1. Formulasi perlakuan beras analog % Keterangan Persentase kacang-kacangan dan biji-bijian 98% ditambahkan GMS 2% Tabel 2. Asam amino esensial dalam satuan mg/g protein Gambar 1. Sampel beras analog DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 63 Kekerasan beras analog Budi et al., 2017 Sampel beras analog diukur kekerasannya dengan menggunakan alat hardness tester Kiya Seisaku Shd Ltd, Kawagoe, Saitama, Jepang. Setiap sampel diukur sebanyak 30 kali dan angka yang ditunjukkan oleh jarum dihitung nilai rata-ratanya. Indeks absorpsi air Lee et al., 2012 Sampel beras analog ditepungkan, kemudian ditimbang sebanyak 1 g. Sampel tepung dilarutkan dengan 10 mL air destilata dalam tabung sentrifusi yang telah ditimbang sebelumnya, dikocok selama 10 menit dan disentrifusi centrifuge Eppendorf 5810 R, Jerman pada 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan dibuang dan tabung berisi gel ditimbang. Indeks absorpsi air dihitung sebagai persentase dari berat gel g terhadap berat sampel g/g. Indeks pengembangan Behzadfar et al., 2015 dengan modifikasi Sampel beras analog yang diukur adalah yang memiliki bentuk bulat panjang Gambar 1. Diameter beras analog diukur dengan menggunakan jangka sorong Mitutoyo, Jepang. Hasil pengukuran ke-mudian dibandingkan dengan diameter die ce-takan. Indeks pengembangan dinyatakan sebagai persentase dari rasio diameter silinder sampel terhadap diameter die cetakan. Waktu pemasakan Noviasari et al., 2013 Air direbus terlebih dahulu menggunakan penanak nasi/rice cooker Cosmos CRJ-6601, Indonesia. Sebanyak 100 g sampel beras analog dimasukan rasio air dan beras=11. Proses pe-masakan ini dilakukan berbeda dengan pemasakan beras biasa karena beras analog sudah mengalami perlakuan pemanasan selama proses ekstrusi dan pengeringan di dalam oven. Lamanya waktu pe-masakan dihitung dengan menggunakan pencatat waktu stopwatch sejak beras analog dimasukkan hingga matang lampu indikator cook menjadi warm. Uji organoleptik Meilgaard et al., 1999 dengan modifikasi Uji organoleptik dengan metode uji hedonik menggunakan nasi analog ±4 g yang disajikan dengan kode sampel acak terhadap 40 panelis tidak terlatih dengan atribut rasa, warna, aroma dan tekstur. Panelis direkrut dari mahasiswa Institut Pertanian Bogor berusia 15-40 tahun. Uji dilakukan dengan modifikasi pada kondisi khusus selama pandemi covid-19. Sampel diantar langsung ke tempat masing-masing panelis home use test yang telah disurvei sebelumnya dengan mengisi google form dengan kriteria panelis adalah sehat, tidak alergi kacang-kacangan dan tidak buta warna. Uji organoleptik dilakukan dua kali ulangan dengan setiap kali ulangan terdiri dari empat formulasi sam-pel yang sudah diberi kode acak. Panelis diminta untuk menilai sampel berdasarkan tingkat kesukaan dengan skor kesukaan menggunakan skala 5, yaitu dari skor 1 sangat tidak suka, 2 agak tidak suka, 3 agak suka, 4 suka, dan 5 sangat suka. Analisis asam amino Sampel beras analog dianalisis kompossi asam aminonya dengan menggunakan UPLC SIG, 2013 di laboratorium Sarawanti Indo Genetech, Bogor. Sampel 0,1 g dihidrolisis dengan 5 mL HCl 6 N pada 110°C selama 22 jam, kemudian dipindahkan ke dalam labu 50 mL dan disaring dengan filter 0,45 µm. Filtrat 500 µL ditambahkan dengan 40 µm larutan standar internal AABA dan 460 µL aqua-bides. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 10 µL, ditambahkan 70 µL AccQ-Fluor Borat dan 20 µL reagen fluor A. Larutan diinkubasi pada 55°C selama 10 menit kemudian filtrat diambil 1 µL untuk disuntikkan ke dalam UPLC. Analisis daya cerna protein secara in vitro Almeida et al., 2015 Sampel 1-2 g ditambahkan 15 mL larutan enzim A 1,5 mg enzim pepsin dalam 15 mL HCl 0,1 N dan dimasukan ke dalam shaker water bath Daihan Labtech, Korea pada 37°C selama tiga jam, lalu dinetralkan pH 7,0 dan ditambahkan 7,5 mL larutan enzim B 4 mg enzim pankreatin dalam 7,5 mL bufer fosfat 0,2 M pH 8,0, dan dimasukkan kembali ke dalam shaker water bath 37°C selama 24 jam. Sampel kemudian di-sentrifusi, dicuci, disaring dan residunya dikeringkan di dalam oven 105°C selama 2 jam. Padatan dianalisis kandungan proteinnya dengan metode Kjeldahl AOAC, 2012. Kadar protein yang diperoleh adalah sisa protein yang tidak tercerna oleh enzim pepsin dan pankreatin. Analisis kualitas protein metode PDCAAS Almeida et al., 2015 Protein digestibility-corrected amino acid score PDCAAS merupakan hasil perkalian nilai daya cerna protein dengan skor asam amino esensial pembatas skor asam amino terendah. Pengolahan data Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua kali ulangan dan sampel di-analisis duplo tiap perlakuan untuk melihat perbe-daan antara keempat formula beras analog. Analisis statistik dilakukan dengan ANOVA dan uji lanjut dengan Tukey HSD Test dengan menggunakan software minitab versi tahun 2012 pada taraf nyata 5%. DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 64 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia Bahan baku utama pada beras analog sangat mempengaruhi komposisi proksimat beras analog yang dihasilkan. Tabel 3 menyajikan komposisi ki-mia bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini, sedangkan Tabel 4 menyajikan komposisi kimia beras analog yang dihasilkan. Komposisi kimia beras analog basis basah terdiri dari kadar abu 2,59-3,24%, protein 17,19-19,09%, lemak 8,47-9,30% dan serat kasar 0,99-1,69%. Ke empat formulasi beras analog tersebut memiliki komposisi kimia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kimia pada beras padi yang memiliki kadar abu 0,8%, kadar protein 8,4%, lemak 1,7% dan serat kasar 0,2%. Kadar air 4,17-5,60% dan kadar karbohidrat 63,77-66,57% beras analog yang dihasilkan lebih rendah jika diban-dingkan dengan beras padi Tabel 4. Perlakuan campuran bahan menyebabkan pe-rubahan kandungan zat gizi, terutama protein yang meningkat secara nyata dengan penambahan je-wawut. Penambahan jewawut mendukung kenaikan kandungan protein pada beras analog walaupun dalam sedikit. Beras analog tanpa penambahan jewawut F1 memiliki kandungan protein 17,19%. Dibandingkan beras analog tanpa jewawut F1, penambahan jewawut meningkatkan 1,0% kan-dungan protein 5% jewawut, F2, 1,76% 10% jewawut, F3 dan 1,90% 15% jewawut, F4. Kan-dungan protein ini lebih tinggi dibandingkan beras padi 8,4%. Menurut European Commission 2012 tentang nutrition claims, makanan dapat diklaim sebagai sumber protein jika minimal mengandung 12% dari nilai energi makanan tersebut disediakan oleh protein. Beras analog multigrain menyediakan energi dari protein sebesar 16,61-18,62% Tabel 4, sehingga keempat formula beras analog multigrain dapat memenuhi persyaratan klaim sebagai sumber protein. Penambahan jewawut meningkatkan kan-dungan serat kasar produk dari 0,99% F1 menjadi 1,08% F2, 1,39% F3 dan 1,69% F4 Tabel 4. Hal yang berbeda terjadi pada kandungan karbo-hidrat yang menurun seiring dengan banyaknya jumlah jewawut yang ditambahkan. Beras analog F1 memiliki kandungan karbohidrat 65,27%. Kandung-an karbohidrat cenderung menurun dengan pe-nambahan jewawut, yaitu, yaitu beras analog F2 66,57%, F3 64,34% dan F4 63,77% Tabel 3. Berdasarkan penelitian Patil et al. 2015, flakes sereal berbasis jewawut mengandung serat lebih tinggi dibandingkan dengan flakes sereal berbasis tepung beras konvensional. Perbandingan penambahan bahan ke dalam formulasi beras analog menyebabkan perbedaan pada kandungan protein dan serat, namun tidak menyebabkan perbedaan pada kandungan air, abu, lemak, karbohidrat, kalori dan energi protein Tabel 4. Mutu fisik Beras analog multigrain yang diuji fisik adalah beras yang telah dikeringkan dalam oven 70°C selama 3 jam. Hasil analisis mutu fisik, kekerasan hardness, penyerapan air water absorption index, rasio pengembangan dan waktu pemasakan di-sajikan pada Tabel 5. Kekerasan adalah uji yang di-lakukan untuk mengukur kekuatan biji beras analog terhadap gaya tekan yang diterima, sedangkan rasio pengembangan merupakan ukuran pengembangan yang terjadi jika ekstrudat dibandingkan dengan besarnya lubang die. Tabel 3. Daftar kandungan kimia kacang-kacangan % Keterangan Sumber Kemenkes 2018 Tabel 4. Komposisi kimia beras analog multigrain Keterangan BGM= Beras giling mentah Kemenkes, 2018; Kalori= protein dikali 4+karbohidrat dikali 4+ lemak dikali 9 DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 65 Tabel 5. Mutu fisik beras analog multigrain Keterangan Nilai merupakan rata-rata ± standar deviasi dengan huruf yang berbeda pada satu kolom menunjukkan berbeda nyata P0,05 dari perbandingan tepung jewawut dan jagung yang ditambahkan terhadap tingkat ke-sukaan aroma nasi. Noviasari et al. 2013 me-nunjukkan bahwa peningkatan substitusi tepung jagung putih dalam pembuatan beras analog juga tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan aroma nasi analog. Hasil pengujian sensori warna menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai nasi analog dengan persentase penambahan jagung yang lebih besar. Nasi dari beras analog F1 lebih disukai diban-dingkan nasi analog dengan F2, F3, dan F4. Penambahan jewawut dengan berkurangnya porsi jagung menyebabkan warna produk yang dihasilkan lebih kecokelatan. Hal ini karena jagung memiliki warna kuning cerah, sedangkan jewawut memiliki warna cokelat keemasan yang lebih gelap. Warna beras yang cerah lebih disukai panelis karena persepsi masyarakat tentang beras padi yang biasa-nya dimakan berwarna putih. Warna beras analog yang dihasilkan juga disebabkan oleh bahan baku kacang merah dan kacang hijau yang tidak dikupas, sehingga warna beras analog menjadi sedikit kusam dan gelap. Tingkat kesukaan terhadap rasa nasi analog dengan perbandingan jumlah jewawut dan jagung menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis, yaitu antara agak suka hingga suka skor 3,10-3,93, namun secara umum rasa dari nasi analog masih dapat diterima oleh panelis. DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 66 88,86a 88,00a 86,77a 81,27b 74767880828486889092F1 050 F2 545 F3 1040 F4 1535Daya Cerna Protein % Formula Beras Analog Tabel 6. Mutu sensori beras analog multigrain Keterangan Nilai merupakan rata-rata ± standar deviasi dengan huruf yang berbeda pada satu kolom menunjukkan berbeda nyata P<0,05 dengan uji beda nyata Tukey Hasil uji ANOVA tekstur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata P<0,05 dari jumlah tepung jagung dan jewawut yang ditambahkan terhadap tingkat kesukaan tekstur. Penelitian Fitriani dan Astuti 2013 menunjukkan bahwa peningkatan substitusi tepung jagung juga berpengaruh nyata P<0,05 terhadap tekstur kekenyalan dan kelengketan produk nasi instan. Daya cerna protein Daya cerna protein tergantung pada faktor internal maupun eksternal. Faktor internal termasuk profil asam amino dan struktur protein. Faktor eks-ternal meliputi lingkungan pH, suhu, ionik, dan faktor antinutrisi dan perlakuan pemanasan, peren-daman, fermentasi dan germinasi Impa et al, 2019. Daya cerna protein pada umumnya men-dapatkan manfaat dari denaturasi pada suhu tinggi, tergantung pada tingkat perlakuan panas dan jenis protein. Protein dapat mengalami kehilangan struk-tur yang terlipat erat sehingga memberi akses yang lebih baik bagi enzim terhadap rantai peptida. Daya cerna protein menunjukkan banyaknya protein yang dapat dicerna oleh tubuh atau banyaknya protein yang dapat dipotong ikatannya oleh enzim protease, sehingga dapat diperoleh asam-asam amino yang dapat langsung diserap oleh tubuh. Daya cerna protein keempat beras analog yang bervariasi, yaitu 88,86±0,17% F1, 88,00±0,23% F2, 86,77±0,72% F3, dan 81,27± 1,38% F4. Penambahan jewawut memberi pe-ngaruh nyata P<0,05 terhadap menurunnya daya cerna protein Gambar 2, meskipun mampu me-ningkatkan kadar kandungan proteinnya. Penambahan jewawut dalam campuran se-realia menurunkan daya cerna protein karena tingginya kandungan tanin pada jewawut 0,04%-3,47%. Golongan tanin terkondensasi merupakan tanin yang sangat tahan terhadap hidrolisis dan mampu berikatan dengan protein sehingga mampu menurunkan daya cerna Joye, 2019. Annor et al. 2017 juga menyatakan bahwa penambahan je-wawut dalam campuran serealia dapat menyebab-kan daya cerna protein yang menurun, yang dapat disebabkan oleh interaksi hidrofobik antar protein. Penambahan jewawut berpengaruh terhadap tingginya kandungan serat kasar, semakin tinggi kandungan serat kasar maka akan semakin rendah daya cerna suatu makanan, karena dinding-dinding sel bahan tersebut lebih tebal dan tidak mudah di-tembus oleh enzim pencernaan sehingga semakin cepat makanan tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan dan memberikan sedikit waktu agar zat gizi dapat dicerna secara menyeluruh Arief, 2007. Gambar 2. Daya cerna protein beras analog multi-grain Kacang hijau dan kacang merah yang tidak dikupas kulit juga berpengaruh terhadap daya cerna protein karena kandungan serat Tabel 3 dan zat antinutrisi yang tinggi kacang hijau 5-9 mg/g asam fitat dan tanin, kacang merah ±6 mg/g asam fitat dan tanin Yasmin et al., 2008. Kulit kacang hijau dan kacang merah menyumbang sekitar 0,30-0,50 mg/g zat antinutrisi Mohamed et al., 2011. Perendaman mampu mengurangi zat antinutrisi, namun jumlah yang berkurang selama perendaman 12 jam ber-kisar antara 12-15% dan jumlah yang berkurang setelah ditambah proses pemanasan 95-97°C suhu ekstruksi adalah sekitar 65-70% Shimelis dan Rakshit, 2007. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diasumsikan bahwa zat antinutrisi yang masih berperan sekitar 30-35%. Kulit kacang merah dan kacang hijau yang tidak dihilangkan pada penelitian ini juga diduga berpengaruh terhadap tingginya kan- DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 67 dungan serat. Kandungan serat yang tinggi ber-potensi terhadap penurunan daya cerna protein Arief, 2007. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pe-nambahan jewawut belum cukup efektif untuk me-ningkatkan kualitas protein, karena hanya mampu menaikkan kandungan protein 1-1,90% namun me-nurunkan 0,86-7,59% daya cerna protein. Penelitian tentang perlakuan awal bahan baku jewawut untuk tujuan menghilangkan tanin terkondensasi perlu dikaji lebih lanjut. Kandungan asam amino Hasil uji hedonik keseluruhan overall me-nunjukkan nasi analog F3 yang paling disukai pa-nelis dan berbeda nyata dengan ketiga nasi dari formulasi lain. Berdasarkan hal tersebut, maka beras analog F3 dipilih menjadi sampel terbaik untuk dilakukan uji asam amino dan protein digestibility-corrected amino acid score PDCAAS. Komposisi asam amino F3 disajikan pada Tabel 7. Asam amino isoleusin, leusin, fenilalanin dan tirosin, treonin, triptofan dan valin mengalami ke-naikan jika dibandingkan dengan perhitungan awal F3 pada bahan baku mentah. Metionin dan sistein merupakan asam amino yang paling banyak me-ngalami penurunan setelah menjadi beras analog. Lisin juga menunjukkan sedikit penurunan yang dapat disebabkan oleh kerusakan asam amino akibat pemanasan beras analog selama proses ekstrusi dan pengeringan. Menurut Ito et al. 2019, hanya sekitar 30-80% asam amino bebas yang utuh pada bahan pangan setelah dimasak. Asam amino cenderung berkurang karena metabolisme, ke-larutan dan destruksi. Hasil penelitian Ito et al. 2019 dan Motta et al. 2019 yang memasak sayuran dan serealia juga menyatakan hal sama, yaitu beberapa asam amino meningkat kandungannya dan sebagian lainnya me-ngalami penurunan. Sayuran wortel kintoki dan ken-tang manis yang dimasak menurunkan semua asam amino kecuali leulisin, triptofan dan tirosin. Kan-dungan arginin, sistein, tirosin, histidin, metionin dan treonin menurun pada gandum kuda. Pada biji quinoa, hanya asam amino sulfur yang me-nunjukkan penurunan yang nyata. Asam amino sulfur metionin dan sistein merupakan asam amino paling sering mengalami penurunan pada pangan olahan matang karena sangat sensitif terhadap perlakuan panas. Asam amino sulfur metionin dan sistein merupakan asam amino pembatas Tabel 7. Asam amino ini mengalami penurunan yang sangat nyata jika dibandingkan dengan perhitungan awal komple-mentasi. Penurunan asam amino sulfur bisa dise-babkan oleh reaksi oksidasi. Perlakuan panas pada penanganan bahan baku dan pengeringan ekstrudat dapat berpotensi mengurangi atau merusak asam amino sulfur terutama metionin. Metionin sangat mu-dah rusak dengan adanya suhu tinggi dan oksigen yang mengakibatkan terjadinya proses oksidasi Lou et al., 2011. Metionin dapat mengalami oksidasi dua elektron menjadi metionin sulfoksida atau oksidasi satu elektron menjadi kation radikal metionin. Kedua mekanisme reaksi tersebut memperoleh dukungan katalitik dari gugus tetangga, yang menstabilkan pu-sat reaksi karena kekurangan elektron Lou et al., 2011 Gambar 3. Atom S berikatan dengan satu atom O membentuk senyawa methionine sulfoxide residue dan atom S yang berikatan dengan dua atom O membentuk senyawa residu methionine sulfone. Menurut Lou et al. 2011 hanya sekitar 15% asam amino metionin yang rusak karena oksidasi. Penurunan lainnya dapat disebabkan oleh perlakuan awal bahan baku perendaman pada kacang hijau dan kacang merah serta perebusan dan pe-ngupasan kulit pada kedelai dan perbedaan data kandungan asam amino acuan awal untuk per-hitungan asam amino pada bahan baku untuk pembuatan produk. Tabel 7. Asam amino esensial dan PDCAAS dari sampel beras analog formula 3 Kalkulasi Awal mg/g proteina Hasil Uji mg/g proteinb Keterangan a=Perkiraan awal komlementasi; b= Hasil uji asam amino UPLC; c= Rekomendasi asam amino dewasa FAO 2013; d= Hasil b/c×100%, e= Daya cerna protein in vitro; f= Hasil e×f; AAP= Asam Amino Pembatas asam amino terkecil DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 68 Metionin Sulfoksida Sulfon Gambar 3. Perubahan residu metionin Lou et al., 2011 Perbedaan data kandungan asam amino acuan awal untuk perhitungan dengan asam amino bahan baku untuk pembuatan produk diduga karena pe-ngaruh dari perbedaan varietas, tempat tumbuh lingkungan, dan perawatan tanaman pemupukan dan unsur hara tanah. Arief 2007 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara satu varietas jagung dengan varietas jagung lainnya, yaitu varietas srikandi putih memiliki asam amino sulfur metionin dan sistein 37,36 mg/g protein, srikandi kuning 30,70 mg/g protein, bisi dua 25,22 mg/g protein dan lamuru 22,16 mg/g protein. Tirajoh et al. 2015 juga menyatakan bahwa kandungan asam amino sulfur pada jewawut berbeda ter-gantung pada tempat daerah tanamnya lingkungan dan tanah. Jewawut hasil penelitian Boroojeni et al. 2011 pada foxtail jewawut 0,54 g/100 g sampel berbeda dengan jewawut kuning papua 0,21 g/100 g sampel dan jewawut merah papua 0,31 g/100 g sampel. Saprudin et al. 2019 menunjukkan bahwa pemberian pupuk komersial Fe-kelat 250 ppm dan nano-magnetit Fe3O4 25 ppm pada tanaman jagung dapat meningkatkan kandungan asam amino esensial 33 dan 17% dibandingkan kontrol tanpa pemberian pupuk. Nilai protein digestibility-corrected amino acid score PDCAAS Telur dan susu merupakan produk dengan skor dan rasio asam amino esensial yang memenuhi standar dan juga memiliki daya cerna protein tinggi, sehingga ditetapkan sebagai produk dengan PDCAAS maksimum 100% Hess et al., 2016. Protein nabati dianggap sebagai sumber protein tidak lengkap karena profil asam amino dan daya cerna yang relatif rendah jika dibandingkan dengan produk turunan hewani Shaheen et al., 2016. Nilai PDCAA dari F3 adalah 36,53%, yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai PDCAAS telur dan susu acuan. Menurut Joye 2019, PDCAAS nabati relatif rendah, terutama setelah proses pe-ngolahan karena sifat asam amino yang cenderung bereaksi dengan lingkungannya hidrofilik, hidro-fobik, asam, basa dan mudah teroksidasi. Pene-litian Avilés-Gaxiola et al. 2017 dan Sakinah et al. 2019 juga melaporkan penurunan kandungan asam amino hidrofilik akibat larut dalam air setelah perlakuan perendaman pada kedelai dan biji kelor. Nilai PDCAAS yang rendah pada produk ini Tabel 7 dipengaruhi oleh kandungan asam amino pem-batas metionin dan sistein. KESIMPULAN Beras analog yang dibuat dari campuran kacang merah, kacang hijau, kedelai, jagung, wijen dan jewawut memiliki kandungan protein berkisar 18,19-19,09% yang menyumbang 16,61-18,62 ener-gi sehingga memenuhi klaim sebagai pangan sum-ber protein berdasarkan Peraturan EU 2012. Beras analog yang dihasilkan memiliki karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan beras padi. Beras analog memiliki mutu protein yang sangat baik dengan daya cerna protein yang tinggi yaitu F1 88,86±0,17%, F2 88,00±0,23%, F3 86,77±0,72% dan F4 81,27± 1,38%. Formula terbaik berdasarkan uji hedonik adalah beras analog formula 3 yang menggunakan 10% jewawut dan 40% jagung, beras analog ini me-miliki skor asam amino 42,48% dan nilai PDCAAS 36,53%. DAFTAR PUSTAKA Almeida CC, Monteiro MLG, da Costa-Lima BRC, Alvares TS, Conte-Junior CA. 2015. In vitro digestibility of commercial whey protein supple- DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 69 ment. LWT-Food Sci Technol 61 7-11. DOI Amadou I, Gounga ME, Le GW. 2013. Millets Nutri-tional composition, some health benefits and processing. Emir J Food Agric 25 501-508. DOI Annor GA, Tyl C, Marcone M, Ragaee S, Marti A. 2017. Why do millets have slower starch and protein digestibility than other cereals?. Trends Food Sci Tech 66 73-83. DOI Anindita TH, Kusnandar F, Budijanto S. 2020. Sifat fisikokimia beras analog jagung dengan pe-nambahan kacang kedelai varietas grobogan dan detam-1. J Teknol Industri Pangan 31 29-37. DOI Anitha S, Govindaraj M, Kane‐Potaka J. 2019. Balanced amino acid and higher micronutrients in millets complements legumes for improved human dietary nutrition. Cereal Chem 97 74- 84. DOI [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemist. Arlington The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arief RW. 2007. Analisis kualitas relatif protein ja-gung secara in vivo dengan metode PDCAAS. J Pengkajian Pengembangan Teknologi Perta-nian 10 95-104. Astawan M, Wresdiyati T, Saragih AM. 2015. Evaluasi mutu protein tepung tempe dan tepung kedelai rebus pada tikus percobaan. J Mutu Pangan 2 11-17. Avilés-Gaxiola S, Chuck-Hernández C, Saldívar SOS. 2017. Inactivation methods of trypsin inhibitor in legumes - a review. J Food Sci 83 17-29. DOI Behzadfar E, Ansari M, Konaganti VK, Hatzikiriakos SG. 2015. Extrudate swell of HDPE melts I. Experimental. J Non-Newton Fluid 225 86-93. DOI Boroojeni FG, Samie AH, Edriss MA, Khorvash M, Sadeghi G, Van Kessel A, Zentek J. 2011. Replacement of corn in the diet of broiler chickens using foxtail millet produced by 2 different cultivation strategies. Poult Sci 90 2817-2827. DOI Budi FS, Hariyadi P, Budijanto S, Syah D. 2017. Kristalinitas dan kekerasan beras analog yang dihasilkan dari proses ekstrusi panas tepung jagung. J Teknol Industri Pangan 22 263-274. DOI Budijanto S, Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorgum Sorghum bicolor L. Moench dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. J Teknologi Pertanian 13 177-186. Budijanto S, Andri YI, Faridah DN, Noviasari S. 2013. Karakterisasi kimia dan efek hipoglikemik beras analog berbahan dasar jagung, sorgum, dan sagu aren. Agritech 37 402-409. DOI Busuttil-Griffin F, Shoemake C, Attard E, Azzopardi LM. 2015. Crude fibre determination of Malva sylvestris L. and evaluation of its faecal bulking and laxative properties in rats. Int J Biol 7 1-8. DOI Di Girolamo FG, Situlin R, Fiotti N, Tence M, De Colle P, Mearelli F, Minetto MA, Ghigo E, Pagani M, Lucini D, Pigozzi F, Portincasa P, Toigo G, Biolo G. 2017. Higher protein intake is associated with improved muscle strength in elite senior athletes. Nutr 42 82-86. DOI 16/ [EU] European Commission. 2012. Amending Regulation EC No 1924/2006 with regard to the list of nutrition claims. Official Journal of the European Union L 310 36-37. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1981. Amino-acid content of foods and biological data on proteins. [04 Juni 2019]. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Dietary Protein Quality Evaluation in Human Nutrition. Report of an FAO Expert Consulta-tion. Auckland, 31 March- 2 April 2011. Fauziyah A, Marliyati SA, Kustiyah L. 2017. Subtitusi tepung kacang merah meningkatkan kan-dungan gizi, serat pangan, dan kapasitas anti-oksidan beras analog sorgum. J Gizi Pangan 12 147-152. DOI Fitriani AAN, Astuti N. 2013. Pengaruh proporsi tepung jagung dan mocaf terhadap mutu “Jamof Rice” instan ditinjau dari sifat orga-noleptik. J Boga Gizi 2 34-43. Gehring J, Gaudichon C, Even PC. 2020. Food intake control and body weight regulation by dietary protein. Cahiers de Nutrition et de Diététique 55 e1-e8. DOI Hess J, Slavin J. 2016. Defining “protein” foods. J Nutr Today 51 117-120. DOI 000000000157. DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 70 Impa SM, Perumal R, Bean SR, John Sunoj VS, Jagadish SVK. 2019. Water deficit and heat stress induced alterations in grain physico-chemical characteristics and micronutrient com-position in field grown grain sorghum. J Cereal Sci 86 124-131. DOI 013. Ito H, Kikuzaki H, Ueno H. 2019. Effect of cooking methods on free amino acid contents in vegetables. J Nutr Sci Vitaminol 65 264-271. DOI Joye I. 2019. Protein digestibility of cereal products. Foods 8 199-212. DOI Kanetro B, Pujimulyani D, Luwihana S, Sahrah A. 2017. Karakteristik beras analog berindeks glisemik rendah dari oyek dengan penambahan berbagai jenis kacang-kacangan. Agritech 37 256-262. DOI Karouw S. 2016. Produk ekstrusi berbahan tepung jagung, tepung beras dan konsentrat protein krim kelapa. J Buletin Palma 13 66-73 DOI org/ [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Kharat S, Medina-Meza IG, Kowalski RJ, Hosamani A, Ramachandra CT, Hiregoudar S, Ganjyal GM. 2019. Extrusion processing characteristics of whole grain flours of select major millets foxtail, finger, and pearl. Food Bioprod Process 114 60-71. DOI Lee JH, Cho AR, Hong JY, Park DJ, Lim ST. 2012. Physical properties of wheat flour composites dry-coated with microparticulated soybean hulls and rice flour and their use for low-fat doughnut preparation. J Cereal Sci 56 636-643. DOI Lieberman HR, Fulgoni VL, Agarwal S, Pasiakos SM, Berryman CE. 2020. Protein intake is more stable than carbohydrate or fat intake across various US demographic groups and interna-tional populations. Am J Clin Nutr 112 180-186. DOI Lou Y, Matejic T, Ng CK, Nunnally B, Porter T, Raso S, Rouse J, Shang T, Steckert J. 2011. 8-Characterization and analysis of biopharma-ceutical proteins. Separ Sci Technol 10 283-359. DOI Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques Third edition. 195-216. CRC Press, Boca Raton, US. DOI 81439832271. Mohamed R, Abou-Arab EA, Gibriel AY, Rasmy NMH, Abu SFM. 2011. Effect of legume pro-cessing treatments individually or in combina-tion on their phytic acid content. Afr J Food Sci Technol 2 36-46. Motta C, Castanheira I, Gonzales GB, Delgado I, Torres D, Santos M, Matos AS. 2018. Impact of cooking methods and malting on amino acids content in amaranth, buckwheat and quinoa. J Food Compos Anal 76 58-65 DOI 6/ Noviasari S, Kusnandar F, Budijanto S. 2013. Pe-ngembangan beras analog dengan meman-faatkan jagung putih. J Teknol Industri Pangan 24 194-201. DOI Noviasari S, Kusnandar F, Setiyono A, Budijanto S. 2015. Beras analog sebagai pangan fungsional dengan indeks glikemik rendah. J Gizi Pangan 10 225-232. Patil KB, Chimmad BV, Itagi S. 2015. Glycemic index and quality evaluation of little millet Panicum miliare flakes with enhanced shelf life. J Food Sci Technol 52 6078-6082. DOI Rincón-Londoño N, Vega-Rojas LJ, Contreras-Padilla M, Acosta-Osorio AA, Rodríguez-García ME. 2016. Analysis of the pasting profile in corn starch Structural, morphological, and thermal transformations. Int J Biol Macromol 91 106-114. DOI Sakinah N, Prangdimurti E, Palupi NS. 2019. Kan-dungan gizi dan mutu protein tepung biji kelor terfementasi. J Teknol Industri Pangan 30 152-160. DOI Saprudin D, Palupi CA, Rohaeti E. 2019. Evaluasi pemberian unsur hara besi pada kandungan asam amino dan mineral dalam biji jagung. J Kimia Riset 4 49-61. DOI 11774. [SIG] Saraswanti Indo Genetech. 2013. Instrumen kerja pengujian asam amino metode UPLC. No. instruksi 18-5-17/MU/SMM-SIG. Tanggal terbit 19 Agustus 2013. Shaheen N, Islam S, Munmun S, Mohiduzzaman Md, Longvah T. 2016. Amino acid profiles and digestible indispensable amino acid scores of proteins from the prioritized key foods in Bangladesh. Food Chem 213 83-89. DOI Shimelis EA, Rakshit SK. 2007. Effect of processing on antinutrients and in vitro protein digestibility of kidney bean Phaseolus vulgaris L. varieties grown in East Africa. Food Chem 103 161-172. DOI DOI J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 321 60-71 Th. 2021 71 Suarni, Firmansyah IU, Aqil M. 2013. Keragaman mutu pati beberapa varietas jagung. J Pene-litian Pertanian Tanaman Pangan 32 50-56. Sukarno, Kushandita N, Budijanto S. 2020. Karak-terisasi sifat fisikokimia sereal berbasis tepung beras merah pecah kulit. J Ilmu Pertanian Indonesia 25 81-86. DOI 81. Tirajoh S. 2015. Pemanfaatan jewawut Setaria italica asal Papua sebagai bahan pakan pengganti jagung. WARTAZOA 25 117-124 DOI Wibawa IS, Argo BD, Hendrawan Y. 2020. Penen-tuan parameter teknis ekspansi beras Oryza sativa pada beberapa variasi lama pemasakan dan jumlah air. J Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 3 154-162. Yasmin A, Zeb A, Khalil AW, Paracha GMD, Khattak AB. 2008. Effect of Processing on Anti-nutritional Factors of Red Kidney Bean Phaseolus vulgaris Grains. Food Bioprocess Tech 1 415-419. DOI Analog rice is artificial rice shaped like rice grains made from non-rice carbohydrate-rich flour with water, which can overcome food security in Indonesia. Taro kimpul is a local food rich in carbohydrates that cannot be widely used. Therefore, kimpul thread has the potential to be used as raw material in the manufacture of analog rice. This study aimed to determine the chemical characteristics of kimpul taro analog rice with dyes and binders. In addition, it is expected to increase consumer acceptance based on sensory testing. This research method uses an experimental laboratory method by making analog rice with 4 formulations. The analysis was water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, and sensory hedonic analysis, including colour, taste, texture, and overall aroma. The results showed that analog rice A was the best formula selected using the Bayes method based on the results of chemical and hedonic tests. Chemical and sensory characteristics of analog rice A with the use of 4% CMC and 32% beet are as follows moisture ash fat protein; carbohydrate and a preference value with an average range of R. Lieberman Victor L FulgoniSanjiv AgarwalClaire E. BerrymanBackground The optimal macronutrient composition of the diet is controversial and many adults attempt to regulate the intake of specific macronutrients for various health-related reasons. Objective The objective was to compare stability and ranges of intakes of different macronutrients across diverse adult populations in the USA and globally. Methods US dietary intake data from NHANES 2009-2014 were used to determine macronutrient intake as a percentage of total energy intake. Variability in macronutrient intake was estimated by calculating the difference between 75th and 25th percentile Q3-Q1 IQRs of macronutrient intake distributions. In addition, intake data from 13 other countries with per capita gross domestic product GDP over $10,000 US dollars USD were used to assess variability of intake internationally since there are large differences in types of foods consumed in different countries. Results Protein, carbohydrate, and fat intake NHANES 2009-2014 was ± ± and ± kcal, respectively, in US adults. The IQR of protein intake distribution ± kcal was 41% of carbohydrate intake distribution ± kcal and 58% of fat intake distribution ± kcal. The IQRs of carbohydrate and fat intake distributions were significantly P < influenced by age and race; however, the IQR of protein intake was not associated with demographic and lifestyle factors including sex, race, income, physical activity, and body weight. International mean protein intake was ± kcal, similar to US intake, and there was less variation in protein than carbohydrate or fat intake. Conclusion Protein intake of the US population and multiple international populations, regardless of demographic and lifestyle factors, was consistently ∼16% of total energy, suggesting biological control mechanisms tightly regulate protein intake and, consequently, influence intake of other macronutrients and food constituents. Substantial differences in intake of the other macronutrients observed in US and international populations had little influence on protein intake. This trial was registered at the ISRCTN registry as ISRCTN46157745 oleifera seed has the potential as a source of new food ingredients having high nutritional content, especially protein. The objective of this study was to evaluate the effect of fermentation toward biochemical composition and in vitro protein digestibility IVPD of Moringa seed flour. Fermentation was carried out by soaking the seeds at room temperature 30±2°C for 24 and 48 h, either naturally without starter addition and with starter addition commercial starter containing lactic acid bacteria/LAB. Unfermented and fermented seeds were processed into flour and their proximate composition, antitrypsin, tannin and IVPD were analyzed. The statistical methods used were ANOVA and Duncan's test at confi-dence level of 95%. The best treated flour was chosen using the De Garmo method and the amino acid profile was then analyzed. Protein digestibility-corrected amino acids PDCAAS were calculated to deter-mine the biological quality of proteins. The results showed that fermentation affected the changes in bio-chemical composition of the flour. Longer fermentation time could reduce the crude protein and antitrypsin content in both types of fermentation. On the other hand, there was an increase in tannin content during fermentation. The IVPD also increased by 75% at 48 h fermentation from the initial digestibility of raw seeds of 71%, thus increase in tannin content did not affect the IVPD. Natural fermentation of moringa seeds for 48-hour resulted in the best flour with IVPD and PDCAAS values of and purpose of this study was to formulate cereals from red rice, red beans, and sesame into the right food as a food consumed at breakfast and characterization of its physical chemistry. The cereal was made by extrusion method using an extruder with a temperature of 130°C and a rotating speed of auger, screw, and cutter 50 Hz. This study used a completely randomized design with 9 formulas. Based on the Bayes method, the best formula was F8 with a composition of brown red rice 85%, red beans 10%, and sesame 5% cereals contained a total phenol compound of mg GAE/g, water content of ash content of protein content of fat content of and carbohydrate content of Deden SaprudinCitra Ajeng PalupiEti RohaetiEvaluasi pemberian pupuk nanomagnetit Fe3O4 25 ppm dan pupuk komersial Fe-kelat 250 ppm terhadap kandungan nutrisi dalam biji jagung seperti kandungan proksimat, asam amino, serta mineral telah dilakukan. Asam amino ditentukan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi KCKT dan mineral ditentukan menggunakan spektrofotometri serapan atom SSA. Pengolahan data melalui uji anova satu arah untuk membandingkan kedua jenis perlakuan. Perlakuan Fe-kelat 250 ppm dapat meningkatkan kandungan total asam amino 32% dan total mineral 86%. Begitupun perlakuan nanomagnetit 25 ppm juga terbukti meningkatkan kandungan total asam amino sebesar 18% dan total mineral 29% pada biji jagung secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol berdasarkan uji than 2 billion people suffer with malnutrition arising from dietary protein and micronutrients deficiencies. To enhance the dietary nutrient quality, the current study used two largely grown varieties of finger millet, pearl millet, pigeonpea and chickpea to evaluate the effect of millet‐legume blends for their enhanced protein digestibility, amino acid profiles and essential micronutrients. Our study revealed the presence of significant levels of proteins essential amino acids and micronutrients Fe Zn 2‐ Ca 22‐450mg in 100g in these varieties. When specific millets combined with legumes in 31 proportion, significantly enhanced nutritional value of food by providing a balanced amino acid with good protein digestibility, and high levels of iron mg and zinc mg with 100g of pearl millet and calcium mg with 100g of finger millet. Pigeonpea and chickpea have a good level of proteins with essential amino acids except methionine and cysteine. Whereas, millet had balanced amino acid including methionine and cysteine 50% higher and much higher levels of micronutrients Fe, Zn and Ca. Therefore, specific millets and legumes combination complemented higher levels of micronutrients in addition to complete proteins to support comprehensive human nutrition. This study opens prospects for selecting complementary nutrient dense varieties for household consumption. Industries can explore these product development significantly to reduce malnutrition if consumed adequately, which is not possible with polished rice, refined wheat flour or maize even if it is combined with legumes. Iris J JoyeProtein digestibility is currently a hot research topic and is of big interest to the food industry. Different scoring methods have been developed to describe protein quality. Cereal protein scores are typically low due to a suboptimal amino acid profile and low protein digestibility. Protein digestibility is a result of both external and internal factors. Examples of external factors are physical inaccessibility due to entrapment in intact cell structures and the presence of antinutritional factors. The main internal factors are the amino acid sequence of the proteins and protein folding and crosslinking. Processing of food is generally designed to increase the overall digestibility through affecting these external and internal factors. However, with proteins, processing may eventually also lead to a decrease in digestibility. In this review, protein digestion and digestibility are discussed with emphasis on the proteins of pseudo processing characteristics of whole grain flours of three major millets finger, foxtail and pearl were studied. Impacts of the extrusion processing conditions, including moisture 15, and 20%, screw speed 300, 350 and 400 rpm and barrel temperature 110, 120 and 130 °C, on the physicochemical properties of the millet extrudates was evaluated. Quality parameters of extrudates including, expansion ratio ER, water solubility index WSI, water absorption index WAI were measured. Variations in the structural properties were confirmed by macrostructural observation using scanning electron microscopy SEM. Foxtail extrudates showed the highest expansion ratio followed by pearl millet and finger millet extrudates WAI values for the foxtail millet, pearl millet and the finger millet extrudates were g/g, g/g and g/g. respectively. Overall, the Foxtail millet gave the best response, with the highest ER value achieved at 130 °C, with least SME input. The results highlight the potential use of whole millets flours in the development of direct expanded extruded foodsThe protein requirement is generally defined as the amount necessary to maintain the body's protein pool. However, under free choice conditions, animal models often ingest more protein than required for nitrogen balance 10%–15%. This behavior possibly reflects the search for a high protein-to-carbohydrate ratio inducing metabolic benefits. This indicates that in addition to protein homeostasis, dietary proteins are also involved in energy homeostasis. The mechanisms controlling protein and energy intake are partly independent and in specific conditions, there may be a conflict between the two. Protein density in the human diet has decreased ∼2% since the 1970s and, according to the protein leverage hypothesis, this decrease may be responsible for the increase in energy intake and prevalence of obesity observed ITOHiroe Kikuzaki Hiroshi UenoVegetables are rich sources of nutrients such as fiber, minerals, vitamins, and antioxidants. Vegetables also contain various free-form amino acids, which improves their nutritional and palatable value. Cooking alters the content of free amino acids in vegetables, which affects their nutritional values. In this study, free amino acid levels were evaluated after cooking vegetables by different methods, boiling, roasting in an oven, and using a microwave. Results showed that many vegetables analyzed contain aspartate and glutamine abundantly. On the other hand, hydroxyproline, cysteine, ornithine and citrulline are the free amino acids existing at low or undetectable levels in all vegetables tested. The total free amino acid content in vegetables tended to decrease after boiling, and almost the same amount of free amino acids was obtained in the cooking liquid. Roasting of vegetables in an oven resulted in an increase in the content of specific amino acids, including γ-aminobutyric acid GABA. Thus, it is important to choose the right cooking methods to prevent the loss of free amino acids. The results of the present study emphasize the changes in the contents of free amino acids during cooking with methods that are typically used on a daily basis. Our study on the dynamics of free amino acids caused by various cooking methods provides ample information for future nutritional study reports the effect of boiling, steaming and malting on the amino acid composition of the pseudocereals amaranth, buckwheat and quinoa. For all pseudocereals the foremost amino acid was glutamic acid, presenting in both raw and malted g/100 g, and in steamed g/100 g amaranth; in steamed g/100 g and in boiled mg/100 g quinoa; in malted g/100 g and in raw g/100 g buckwheat. Almost all amino acids present in the three pseudocereals evinced a significant increase of the retention values in malted samples, except in amaranth and quinoa for cysteine and glutamic acid, respectively. Histidine and aromatic amino acids presented the highest values of amino acid scores. Cluster analysis allowed to identify the pseudocereals with the highest nutritional protein quality, were boiled and malted quinoa and raw and malted buckwheat were included. Malting process revealed to be the method that produce more effect on the amino acid content for all pseudocereals. Jakarta - Bagi pencinta es krim, menikmati es krim bisa menjadi ritual pelepas stress atau bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Biasanya, mereka sudah mempunyai merk favorit yang selalu dicari. Dari ratusan merk es krim di dunia ada 12 merek yang ras es krim, tiap orang punya favorit. Demikian juga dengan merek es krim kemasa. Dari berbagai merk es krim yang tersebar di dunia, inilah 12 merk es krim ternama yang diincar para pencinta es krim. Halaman Selanjutnya 1. Ben & Jerrys Halaman 1 2 3 4 5 6 7 Daftar Halaman 1 Ini Dia 12 Merk Es Krim Ternama di Dunia 1 2 1. Ben & Jerrys 3 2. Baskin Robbins 4 3. Haagen-Dazs 5 4. Antonio Federici 6 5. Cold Stone Creamery 7 6. Amul Es krim bisa dibilang adalah kudapan yang disukai oleh semua orang dari segala lapisan usia di seluruh dunia. Berbagai merek, rasa, hingga taburan yang diberikan menciptakan perpaduan rasa yang berbeda. Selain pilihan rasa kesukaan, orang-orang cenderung lebih suka menyantap es krim dari perusahaan favorit mereka. Dengan standar top, berikut enam merek es krim paling populer di dunia!1. Cold Stone Stone Creamery terkenal karena memiliki banyak toko di seluruh dunia. Meski memiliki banyak produk, es krim mereka sangat populer karena hanya mengandung 14 persen lemak susu. Selain itu, es krim ini sangat halus dan lembut karena dipadukan dengan beragam buah, kacang, dan Baskin ada yang tidak kenal dengan Baskin Robbins. Baskin Robbins menawarkan varian tradisional seperti cokelat, vanila, stroberi, sorbet, dan sajian penutup cheesecake. Perusahaan ini menyediakan 31 rasa yang berubah-ubah setiap bulannya. Hingga sekarang, Baskin Robbins sudah memperkenalkan lebih dari rasa, lho! 3. Dippin' dengan merek lain, Dippin' Dots memang masih baru. Dippin' Dots baru berdiri pada 1987. Selain es krim sedapnya yang unik, mereka juga memproduksi permen dengan aneka rasa yang dijual di seluruh dunia. Baca Juga Bukan Pecinta Es Krim kalau Belum Makan 11 Bentuk & Varian Uniknya Ini 4. adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis makanan. Pengolahan susu pada es krimnya yang membuat merek ini lebih menonjol dibandingkan merek Ben and Jerry' Ben and Jerry's, yang sudah tersohor di seluruh dunia ini, hanya menjual frozen yogurt dan sorbet untuk para pelanggan setianya. Namun, baru-baru ini Ben and Jerry's membuat produk es krim yang rendah kalori. Es krim ini memadukan cokelat, vanila, kue cokelat, dan Mayfield Berdiri pada 1910, Mayfield Dairy tidak hanya terkenal dengan es krim unik berkualitasnya, tapi juga dengan beragam produk susunya. Saat ini, Mayfield Classic Ice Creamier adalah yang paling banyak peminatnya. Mayfield Classic ini mempunyai 11 pilihan rasa yang lezat, seperti neapolitan, marshmallow cokelat, butir cokelat, stroberi, dan kacang pecan tadi beberapa merek es krim paling populer dan digemari masyarakat dunia. Kalau kamu, apa merek es krim kesukaanmu? Baca Juga Unik, 5 Es Krim Lezat Ini Terbuat dari Bahan Baku yang Anti-mainstream IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

merk es krim yang cepat menaikkan berat badan janin